Selasa, 27 Agustus 2013

Belajar Tentang UMKM

ARAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM DI INDONESIA
 Oleh : Mochammad Nurul Anwar
A. LATAR BELAKANG
Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun.
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Upaya pengembangan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, baik pemerintah, perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga donor internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai motor penggerak perekonomian nasional terutama setelah mengalami krisis ekonomi yg berkepanjangan. Peran UMKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah krisis ekonomi 1997. Data Biro Pusat Statistik (BPS) 2008 menunjukkan jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 51,3 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha yang ada
di Indonesia, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 90,9 juta tenaga kerja atau 97,04% dari total angkatan kerja. Kontribusi sektor ini pun dalam pembentukan PDB sangatlah signifikan yaitu mencapai lebih dari 55,6%.
Dilihat dari kepentingan pengembangan atau pemberdayaan, usaha mikro merupakan segmen yang potensial untuk berkembang karena mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha besar, antara lain :
a)    Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi,
b)    Dalam situasi krisis ekonomi dan moneter kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang;
c)     Memiliki kemampuan menyerap dana yang mahal,
d)    Tidak sensitive terhadap suku bunga,
e)    Margin per unit produk cukup tinggi,
f)     Menggunakan kandungan bahan (sumber daya) lokal cukup tinggi,
g)    Pada umumnya pelaku usaha mikro memiliki daya juang yang tinggi serta dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Namun dibalik ketangguhan puluhan juta UMKM di atas, upaya pengembangan UMKM masih menjumpai berbagai kendala seperti :
a)    Kualitas sumber daya manusia rendah, 45 juta orang (69 %) yang bekerja di sektor usaha mikro hanya selesai pendidikan dasar (SD dan SMP).
b)    Terbatasnya kemampuan managerial pengelola UMKM; (i) management organisasi, pada umumnya masih menggunakan manajemen keluarga dengan mengabaikan prinsip profesionalisme; (ii) arus keuangan tidak dilakukan atau tidak tercatat dengan baik; dan (iii) inovasi produksi masih rendah, lebih banyak meniru produk yang sudah tren di pasar.
c)     Akses Permodalan; sebagian besar pelaku UMKM, terutama usaha mikro masih mengandalkan modal sendiri atau pinjaman dari kerabat.
d)    Informasi dan teknologi; Kegiatan UMKM yang dilakukan lebih banyak karena pengalaman atau usaha yang dilakukan secara turun temurun serta menggunakan teknologi yang sederhana.
e)    Akses pasar; jaringan pemasaran produk UMKM masih sangat terbatas dan ini diperparah lagi dengan manajemen produksi yang masih rendah sehingga UMKM hanya mengandalkan pasar setempat.
B.   STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM
Kebijakan pengembangan UMKM tidak terlepas dari kondisi umum serta peran dan kontribusi dari berbagai stake holders (pemangku kepentingan) yang secara langsung berkepentingan terhadap tumbuhnya kekuatan ekonomi usaha mikro. Namun secara umum peran stakeholders juga memiliki keterbatasan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing yang tidak bisa menjangkau secara langsung terhadap para pelaku UMKM. Untuk itu dalam strategi pengembangan UMKM perlu ada program pendampingan yang secara langsung memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada UMKM yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM. Fungsi dan peran pendampingan disini harus merupakan satu kesatuan proses yang mencakup tiga unsur yaitu: menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan UMKM.
Proses pelaksanaan pendampingan hendaknya dilakukan secara partisipatif, yaitu bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pembinaan (materi, metode dll) harus selalu bertumpu pada kebutuhan UMKM. Hubungan yang terjalin dalam program pendampingan adalah sejajar dan pendamping berperan sebagai motivator bagi UMKM.
Program pendampingan berawal dari kondisi existing UMKM terutama usaha mikro yang secara umum memiliki hambatan internal seperti terbatasnya kemampuan SDM, akses permodalan, manajemen, teknologi serta akses pasar.  Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat antara lain adalah keterbatasan dalam akses permodalan, kelembagaan sosial ekonomi, kemitraan dan jaringan pemasaran, kondisi infrastruktur ekonomi, serta kebijakan pemerintah.  Program pendampingan befungsi untuk mendorong peningkatan kapasitas sumberdaya manusia UMKM serta mendorong timbulnya iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan usaha mikro.  Dalam konteks ini pendampingan berperan untuk mendorong peningkatan potensi kreativitas, kecerdasan, keahlian, keaktifan, keobjektifan, keoptimisan, kemandirian, kewirausahaan, kebersamaan dan sebagainya, serta meminimalkan sikap negatif seperti: keapatisan, ketergantungan, kemalasan, kepesimisan, pemborosan dan sebagainya.
Dengan demikian, program pendampingan sebagai upaya memberdayakan masyarakat dan UMKM haruslah:
a)    Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dan UMKM dapat berkembang. Dalam kaitan ini, kebijakan harus berpihak pada UMKM, disertai dukungan infrastruktur dan kelembagaan sosial, ekonomi, politik yang memadai;
b)    Pendampingan dengan cara membangun daya positif, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Upaya pengembangan kualitas SDM harus menjadi fokus utama:
c)     Memperkuat potensi atau daya positif yang telah dimiliki masyarakat. Dalam konteks ini pembangunan kelembagaan sosial penting artinya dalam rangka memperkuat posisi tawar mereka dan untuk lebih menjamin keberlanjutan program secara mandiri;
d)    Penyediaan berbagai masukan (input) khususnya dalam kegiatan produksi;
e)    Pembukaan akses terhadap berbagai peluang, yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Dalam kaitan ini, yang perlu dilakukan adalah pembukaan akses terhadap lembaga keuangan (bank/non bank) dan sumber pendananaan lainnya, akses pasar, bahan baku, teknologi, training provider dan peluang dalam rangka pengembangan usaha lainnya.
C.   LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS
Upaya implementasi srtategi pengembangan UMKM perlu langkah-langkah startegis yang operasional dan konkrit sehingga dapat dilaksanakan oleh para stakeholders.  Langkah-langkah strategis dimaksud sebagaimana diuraikan di bawah ini :
1)       Identifikasi dan Klasifikasi UMKM
Identifikasi usaha mikro bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang identitas pelaku usaha, identitas usaha dan informasi pendukung lainya.  Keluaran yang diharapkan dari proses identifikasi dan klasifikasi adalah :
a)    Mengetahui profil usaha mikro yang ada, meliputi jumlah, pelaku usaha, jenis usaha, omset, permodalan, akses lembaga keuangan, pemasaran, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan lain-lain. Dengan demikian dapat diketahui  usaha mikro yang potensial untuk dikembangkan.
b)    Mengetahui jumlah dan jenis usaha mikro yang ada.
c)     Memiliki peta klasifikasi, peta potensi serta peta permasalahan UMKM, berdasarkan peta ini dapat diketahui kebutuhan mendasar yang diperlukan usaha mikro. Klasifikasi UMKM dimaksudkan untuk memudahkan perencana dan pelaksana program dalam penentuan dan pencapaian target serta penentuan indikator kemajuan program. Penentuan klasifikasi usaha dilakukan melalui identifikasi yang mengacu pada prinsip-prinsip usaha mikro.
2)       Pengembangan Akses Permodalan
Struktur permodalan UMKM terutama usaha mikro masih didominasi oleh modal sendiri dan pinjaman dari keluarga.  Permasalahan umum dalam aspek permodalan antara lain adalah pelaku usaha mikro masih bergantung kepada tengkulak/rentenir, keterbatasan pengetahuan tentang sumber dana lain serta suku bunga yg relatif tinggi & persyaratan administrasi kredit sulit dipenuhi.  Pengembangan tehadap akses permodalan dimaksudkan untuk meningkatkan skala usaha dan menjamin kelangsungan usaha melalui ketersediaan modal dengan prinsip tepat waktu, tepat guna, tepat jumlah, serta aman yang diperlukan untuk peningkatan akses pasar, pengembangan kualitas dan kuantitas produk.  Pengembangan akses permodalan dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yaitu :
a)    Pengembangan Lembaga Kuangan Mikro
Lembaga keuangan mikro dibangun untuk meningkatkan permodalan bagi usaha mikro dengan pemberian pinjaman dana bergulir,  dengan tujuan :
i.      Sebagai sarana untuk lebih menjamin terlaksananya kegiatan usaha ekonomi produktif serta keberlanjutan program secara mandiri
ii.     Sebagai wahana untuk belajar dan menguji kemampuan dan tanggung jawab pengelolaan dana secara tepat guna.
Berdasarkan bentuk kelembagaannya LKM digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu; bank dan non bank. Bank yang dimaksdud adalah BPR/S dan Bank Umum yang memberikan pelayanan pada segemen UMKM seperti antara lain adalah BRI Unit Desa, Danamon Simpan Pinjam, Bank Bukopin, BNI dll.  Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), credit union, dll. Lembaga keuangan mikro baik bank aupun non bank perlu penguatan secara intensif baik manajemen maupun teknis penyaluran pembiayaan. Penguatan dimaksud dapat berupa pelatihan, sertifikasi pengelola, studi banding serta pemberian insentif seperti reward yang dapat mendorong kinerja lembaga keuangan mikro.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indoneisa dapat berperan aktif dalam penguatan lembaga keiangan mikro baik secara teknis, manajemen maupun regulasi yang mampu mendorong iklim yang kondusif bagi perkembangan lembaga keuangan mikro. Secara teknis dapat dilakukan melalui penyediaan data perkreditan, data hasil penelitian yang berguna bagi pengembangan LKM, serta memberikan technical assistance kepada LKM. Secara manajemen dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan perkeditan, program sertifikasi, serta program reward kepada LKM. Sedangkan regulasi dapat dilakukan dengan berbagai hal sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia dengan memperhatikan serta kondisi ekonomi, sosial dan politik yang terjadi di tengah masyarakat.  Dengan berbagai upaya tersebut akan meningkatkan kemampuan dan pengalaman mengelola dana secara baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan terhadap lembaga keuangan mikro dalam memberikan pembiayaan.
b)    Kebijakan Penjaminan Kredit Mikro
Faktor terpenting dalam pembiayaan adalah tingkat risiko kredit, sehingga hanya usaha yang bankable yang memperoleh pembiayaan. Pada sisi lain, meskipun sebagian besar usaha mikro feasible namun belum bankable sehingga sulit mendapat akses permodalan khususnya kepada perbankan.  Berdasarkan kondisi demikian, diperlukan upaya-upaya yang lebih kongkrit berupa kebijakan atau instrumen regulasi yang menjamin tingkat keamanan kredit maupun yang mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif.  Sehubungan dengan hal tersebut strategi dalam pengembangan kredit mikro adalah mendorong terciptanya kerjasama pernjaminan kredit usaha mikro antara pemerintah/pemerintah daerah dengan perbankan dan lembaga penjamin kredit (PT. Askrindo, PT. Perum Sarana dll).
3)       Pengembangan Jaringan Pemasaran
Pengembangan usaha yang dimulai dari akses pasar yang diarahkan dalam rangka meningkatkan omset atau volume penjualan dan atau untuk meningkatkan efisiensi. Peningkatan omset penjualan dapat dicapai melalui pilihan strategi bisnis, yaitu penetrasi pasar (produk baru dengan pasar lama), pengembangan pasar (produk lama dengan pasar baru), pengembangan produk (produk baru dengan pasar lama) dan diversifikasi produk (produk baru dengan pasar baru). Sementara peningkatan efisiensi dapat dilakukan antara lain melalui penghematan penggunaan biaya modal.   Strategi pengembangan jaringan pemasaran dilakukan dengan pendekatan :
a)    Cluster
Cluster atau sentra adalah pusat berkumpulnya/ terkonsentrasinya para pelaku usaha tertentu pada area geografis tertentu. Pengorganisasian pemasaran produk sentra yang baik akan dapat meningkatkan posisi tawar terhadap calon pembeli, sehingga pelaku usaha mikro tidak menjadi sub ordinate dari pembeli yang secara ekonomi memiliki struktur yang lebih kuat.
b)   Pengelolaan Linkage (Kerjasama Kemitraan)
Linkage adalah kerjasama yang dilakukan antara usaha mikro baik kelompok maupun perorangan dengan dengan calon pembeli dengan sistem kontrak atau borongan. ini UMKM yang akan melakukan kerjasama kemitraan tetap dalam kerangka kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution).  Dalam konteks ini diperlukan pendampingan kepada UMKM mengingat posisi tawar UMKM umumnya rendah dibanding pasar. Bentuk bimibingan teknis yang dapat diberikan adalah memfasilitasi penyusunan draf kerjasama (MoU), melakukan presentasi model kerjasama, mencari perusahaan mitra sebagai bapak angkat, serta melakukan negoisasi dengan perusahaan mitra.
c)    Pengelolaan Mass Market
Adalah pemasaran dengan target seluruh usaha produktif (yang tidak memenuhi syaratlinkage atau cluster) baik perorangan maupun kelompok.   Pemasaran ini tidak memiliki pola khusus yang mencirikan suatu mekanisme pemasaran yng khas, artinya pada pengelolaan mass market berlaku teknik dan strategi pemasaran yang umum berlaku pada kondisi normal.   Hal penting yang harus diketahui pada pengelolaan mass market adalah situasi persaingan, tingkat kejenuhan pasar dan perilaku konsumen. Pengetahuan ini akan menjadi dasar dalam penetapan strategi pemasaran oleh pelaku UMKM.
D. PENUTUP
Sebagai kesimpulan, bahwa pengembangan UMKM merupakan tanggung jawab profesi dan moral bagi semua pemangku kepentingan yang pada akhirnya diharapkkan berdampak kepada terciptanya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha mikro, terwujudnya usaha miro menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi masyarakat dan memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional, terciptanya bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan usaha mikro dalam kompetisi di tingkat nasional dan internasional, serta tumbuhnya UMKM yang dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan sumber pendapatan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar